Saatnya Industri Pariwisata Jadi Motor Penggerak Ditengah Badai Ekonomi Global
JAKARTA – Kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump terkait Reciprocal Tarif sebesar 32 persen terhadap Indonesia, sangat berdampak di seluruh sektor.
Anggota Komisi VII DPR RI Novita Hardini, melihat ada peluang besar di lini pariwisata dalam negeri untuk menjadi motor penggerak ekonomi nasional.
Menurutnya, nilai tukar rupiah yang kian melemah dan kebijakan tarif internasional menimbulkan dampak langsung bagi masyarakat yang rutin bepergian ke luar negeri.
“Biaya perjalanan ke luar negeri melonjak, dan ini saat yang tepat untuk mendorong pergeseran arus wisata ke destinasi lokal,” ucap Novita di Jakarta, Senin (7/4/25).
Data dari Mastercard Economics Institute (2023) mengungkapkan bahwa pada 2022, wisatawan Indonesia menghabiskan rata-rata USD 1.200 per perjalanan ke luar negeri.
Dengan depresiasi Rupiah yang terus berlanjut, angka tersebut berpotensi meningkat drastis. “Ini menjadi sinyal penting bahwa wisata domestik harus menjadi prioritas, bukan hanya sebagai alternatif, tapi sebagai pilihan utama,” terangnya.
Srikandi DPR RI itu menekankan, situasi yang tidak stabil ini jangan menjadi alasan untuk stagnasi. Pemerintah harus mampu berinovasi menghadapi kemelut yang melanda.
“Pemerintah harus melihat ini sebagai momentum untuk memperkuat kebijakan fiskal, memberikan insentif bagi pengembangan destinasi lokal, serta menjaga kepercayaan investor di sektor pariwisata,” ungkapnya.
Novita menambahkan kementerian terkait, pemerintah daerah dan pelaku industri perlu berkolaborasi dalam memenuhi akses transportasi yang terjangkau, promosi wisata yang masif, serta menciptakan pengalaman wisata domestik yang berkualitas dan kompetitif.
“Kalau wisatawan domestik dialihkan ke destinasi lokal, dampaknya bisa sangat besar terhadap perputaran ekonomi daerah. Ini bukan sekadar soal pariwisata, tapi soal penguatan ekonomi rakyat,” ujar politisi PDI-P itu.
Dalam konteks visi ekonomi Presiden Prabowo Subianto yang menekankan kemandirian nasional, Novita menilai bahwa pariwisata tidak bisa lagi dianggap sebagai sektor pelengkap.
“Pariwisata adalah jantung baru ekonomi Indonesia. Ia harus resilien, berdaya saing, dan inklusif. Kebijakan Trump bisa jadi pemicu perubahan arah, jika kita pandai membaca peluang di tengah krisis,” tutupnya. ***
Editor : Redaksi
